Inisiasi 1 Negara, Bangsa, dan Masyarakat Indonesia

Thursday, September 3, 2015
Negara ialah tatanan dari rakyat, wilayah yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintahan yang sah dan berdaulat. Negara mempunyai kewenangan yang istimewa; membentuk angkatan bersenjata, lembaga peradilan, pemerintahan, parlemen, mencetak uang, menggunakan kekerasan di wilayah kedaulatannya. Pemerintah merupakan salah satu unsur aparatur negara, sebagai kelompok sosial pada periode terbatas mendapat kesempatan memegang pucuk pimpinan eksekutif. Konsep negara dan teori asal usul negara didefinisikan beragam menurut para pakar. Hal ini tergantung dari sudut pkitang mereka. Berdirinya suatu negara, harus memenuhi syarat-syarat, yaitu adanya pemerintahan yang berdaulat, wilayah, warga negara, dan pengakuan pihak lain.

Bangsa adalah suatu kesatuan solidaritas, satu jiwa, dan satu asas spiritual yang tercipta oleh pengorbanan masa lalu demi masa depan generasi penerusnya. Faktor yang mempersatukan kelompok-kelompok masyarakat Indonesia sebagai bangsa ialah kesamaan latar belakang sejarah, tekad untuk hidup bersama guna mencapai cita-cita masa depan yang lebih baik (masyarakat adil dan makmur aman sentosa).
Ada dua asas yang dipakai dalam penentuan Kewarganegaraan, yaitu asas Ius Soli dan asas Ius Sanguinis.
Asas ius soli menentukan warga negaranya berdasarkan tempat tinggal/kelahiran di suatu negara, adalah warga negara tersebut. Sebagai contoh, apabila Kita punya anak lahir di Amerika Serikat karena Amerika Serikat menganut asas ius soli ini secara otomatis anak tersebut mempunyai Kewarganegaraan Amerika Serikat. (dilihat dari sisi Amerika Serikat).

Asas ius sanguinis, menentukan warga negaranya berdasarkan keturunan (pertalian darah), dalam arti siapa pun anak kandung (yang sedarah seketurunan) akan mengikuti Kewarganegaraan orang tuanya. Dengan kedua asas tersebut dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut.
a. Mereka yang mempunyai Kewarganegaraan gkita atau bipatride karena negara asal orang tua yang bersangkutan menganut asas ius sanguinis sedangkan yang bersangkutan melahirkan anak, tinggal di negara yang menganut asas ius soli.
b. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai Kewarganegaraan (apatride) karena yang bersangkutan dilahirkan di negara yang menganut asas ius sanguinis sedangkan negara asal orang tua yang bersangkutan menganut asas ius soli.

Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan individu yang luas dan terpola dalam lingkup yang besar (negara) atau kecil dalam suatu suku bangsa atau kelompok sosial lainnya. Masyarakat warga negara (civil society) atau masyarakat madani bukan berarti masyarakat sipil. Civil society adalah wilayah atau ruang publik yang bebas, di mana individu, warga negara melakukan kegiatan secara merdeka menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul. civil society sebagai suatu tatanan kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antara warga negara dan negara atas dasar prinsip saling menghormati, hubungan negara dengan warga negara bersifat konsultatif (tidak konfrontatif), warga negara mempunyai kewajiban dan hak, dan negara memperlakukan warga negara secara adil, hak dan kebebasan yang sama equal right. Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat (masyarakat warga negara) diperlukan adanya kesatuan pola pikir, sikap dan tindakan. Bela negara merupakan kewajiban dan hak setiap warga negara. Oleh karena tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa dan negara adalah tanggung jawab bersama sebagai bangsa. Falsafah bangsa, pkitangan hidup, ideologi, dasar negara, konstitusi, Wasantara dan Tannas merupakan kerangka dasar kehidupan nasional yang hierarkis.

Pancasila merupakan falsafah, pkitangan hidup, ideologi/paham, dan dasar negara yang tercantum dan tak terpisahkan dalam UUD 1945. Dalam mencapai tujuan nasional diperlukan teori-teori atau asas-asas yang diyakini kebenarannya sebagai pedoman dasar, Wasantara sebagai doktrin dasar dan Tannas sebagai doktrin pelaksanaan.

Makna dan Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan
  1. Upaya sadar.
  2. Menyiapkan calon pemimpin.
  3. Mempunyai kecintaan, kesetiaan, dan keberanian, membela bangsa dan negara.

Dasar sejarah
  1. Upaya pada masa penjajahan.
  2. Gerakan yang dimulai pada tahun 1908. 
  3. Ikrar Pemuda pada 28 Oktober 1928. 
  4. Semangat pemuda pada masa Jepang. 
  5. Proklamasi kemerdekaan.
  6. Perjuangan pada awal masa kemerdekaan. 
  7. Pengkhianatan, pemberontakan, dan penyelewengan.
Dasar Hukum
UUD 1945: Pembukaan, Pasal 3 0 ayat (1), Pasal 31 ayat (1). Skep Bersama Mendikbud-Menhankam No. 22/U/1973 KEP/B/43/XIII/ 1967
1. UU No. 20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara RI yang disempurnakan dengan UU No. 3 Tahun 2002 tentang UU Pertahanan Negara. Skep Bersama Mendikbud-Menhankam No. 001 /N/1982 KEP/002/II/1985.
2. UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang di sempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
4. Keputusan dengan Dikti No 38/Dikti/Kep/2002.

Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan diselenggarakan untuk menumbuhkan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral.
Untuk mencapai tujuan itu Pendidikan Kewarganegaraan membahas Wasantara, Tannas, politik dan strategi nasional, politik dan strategi pertahanan keamanan, serta sistem pertahanan keamanan rakyat semesta.

Kaitan Hubungan Antara Materi Dengan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Bangsa Indonesia mempunyai konsep kemampuan (power) yang merupakan derivasi dari Pancasila, yaitu “Tannas”. Adalah kewajiban para pemimpin termasuk para mahasiswa sebagai calon pemimpin harus menjawab dan memahami konsepsi “Tannas”.
Kemampuan/kekuatan (power) diwujudkan melalui pembangunan nasional. Kebijaksanaan dan strategi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional diwujudkan dalam bentuk GBHN (sekarang Propenas) oleh MPR setiap tahun. Oleh karena itu, pada hakikatnya GBHN (Propenas) adalah Politik Nasional dan Strategi Nasional.
Cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara dalam kerangka Tannas yang diwujudkan dalam Pembangunan Nasional sesuai dengan arahan GBHN. Sekarang Propenas mutlak disertai dengan kerelaan berkorban untuk membela bangsa dan negara.


Inisiasi I
Disusun oleh : Hendri Purwito., M.Si
Sumber: MKDU4111 Modul 1

Inisiasi 1 Manajemen Kinerja Sebagai Suatu Sistem

Secara mendasar, Manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan / peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan.
  1. Menurut Baird (1986) definisi Manajemen Kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan orang- orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus- menerus.
  2. Menurut Direktorat Jenderal Anggaran (2008), manajemen kinerja merupakan suatu proses strategis dan terpadu yang menunjang keberhasilan organisasi melalui pengembangan performansi aspek-aspek yang menunjang keberadaan suatu organisasi. Pada implementasinya, manajemen kinerja tidak hanya berorientasi pada salah satu aspek, melainkan aspek-aspek terintegrasi dalam mendukung jalannya suatu organisasi.
  3. Menurut Dessler (2003:322) definisi Manajemen Kinerja adalah: Proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
  4. Menurut Udekusuma (2007) Manajemen kinerja adalah suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan individunya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar.

Pandangan Dasar Sistem Manajemen Kinerja:

Bacal (1998) mengungkapkan lima pandangan dasar dalam sistem manajemen kinerja.
  1. Model integratif untuk kinerja organisasi. Pada pandangan ini, manajemen kinerja sebagai suatu struktur sistem integratif yang saling berkesinambungan antar aspek. Sehingga, keberhasilan manajemen kinerja ditentukan oleh keseluruhan aspek yang ada dalam suatu organisasi, tidak ditentukan bagian per bagian.
  2. Fokus pada proses dan hasil. Manajemen kinerja menjadi suatu sistem yang tidak hanya berorientasi pada hasil (pandangan tradisional). Proses menjadi salah satu aspek penunjang yang penting dalam penentuan hasil yang baik.
  3. Keterlibatan pihak yang berkaitan dalam pencapaian tujuan. Pekerja sebagai subyek utama yang melakukan proses bisnis organisasi secara langsung. Maka dari itu, keterlibatan pihak yang berkaitan (pekerja) menjadi penunjang dalam pencapaian tujuan organisasi.
  4. Penilaian kinerja objektif dan mengena pada sasaran. Manajemen kinerja mencakup penilaian kinerja objektif dan sesuai dengan sasaran tiap bagian organisasi yang berkaitan. Akhirnya, hal ini berpotensi pada dampak positif dari penilaian kinerja yang sukses dan terstruktur.
  5. Evaluasi dan pembelajaran antara atasan dan bawahan. Manajemen kinerja yang baik mampu menyediakan suatu hasil evaluasi kinerja terukur. Hasil evaluasi dapat memberikan informasi pada pihak terkait (atasan maupun bawahan). Informasi mengenai hasil evaluasi dapat menjadi sarana pembelajaran dan penentu tindakan perbaikan di masa mendatang.
Tahapan Manajemen Kinerja:
Tahapan Manajemen Kinerja Menurut Williams (1998), terdapat empat tahapan utama dalam pelaksanaan manajemen kinerja. Tahapan ini menjadi suatu siklus manajemen kinerja yang saling berhubungan dan menyokong satu dengan yang lain.
  1. Tahap pertama: directing/planning. Tahap pertama merupakan tahap identifikasi perilaku kerja dan dasar/basis pengukuran kinerja. Kemudian, dilakukan pengarahan konkret terhadap perilaku kerja dan perencanaan terhadap target yang akan dicapai, kapan dicapai, dan bantuan yang akan dibutuhkan. Indikator-indikator target juga didefinisikan di tahap ini. Menurut Khera (1998), penentuan target/goal akan efektif bila mengadopsi SMART. SMART merupakan singkatan dari Spesific, Measureable, Achievable, Realistic, dan Timebound (dalam Ilyas, 2006, p. 28). Sebuah target harus jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapainya (spesific), terukur keberhasilannya (measureable) dan orang lain dapat memahami/melihat keberhasilannya. Target harus memungkinkan untuk dicapai, tidak terlalu rendah atau berlebihan (achievable), masuk akal dan sesuai kondisi/realita (realistic), serta jelas sasaran waktunya (timebound).
  2. Tahap kedua: managing/supporting. Tahap kedua merupakan penerapan monitoring pada proses organisasi. Tahap ini berfokus pada manage, dukungan, dan pengendalian terhadap jalannya proses agar tetap berada pada jalurnya. Jalur yang dimaksudkan disini adalah kriteria maupun proses kerja yang sesuai dengan prosedur berlaku dalam suatu organisasi.
  3. Tahap ketiga: review/appraising. Tahap ketiga mencakup langkah evaluasi.Evaluasi dilakukan dengan flashback/review kinerja yang telah dilaksanakan. Setelah itu, kinerja dinilai/diukur (appraising). Tahap ini memerlukan dokumentasi/record data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi. Evaluator harus bersifat obyektif dan netral agar didapat hasil evaluasi yang valid.
  4. Tahap keempat: developing/rewarding. Tahap keempat berfokus pada pengembangan dan penghargaan. Hasil evaluasi menjadi pedoman penentu keputusan terhadap action yang dilakukan selanjutnya. Keputusan dapat berupa langkah perbaikan, pemberian reward/punishment, melanjutkan suatu kegiatan/prosedur yang telah ada, dan penetapan anggaran.
Tujuan Manajemen Kinerja:
Adapun tujuan dari manajemen kinerja adalah (Williams, 1998; Armstrong & Baron, 2005; Wibisono, 2006):
  1. Mengatur kinerja organisasi dengan lebih terstruktur dan terorganisir.
  2. Mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja organisasi.
  3. Membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual.
  4. Meningkatkan kemampuan organisasi secara keseluruhan dengan perbaikan berkesinambungan.
  5. Mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
Manajemen kinerja yang efektif akan memberikan beberapa hasil, diantaranya adalah:
  • Tujuan yang jelas bagi organisasi dan proses yang benar untuk mengidentifikasi, mengembangkan, mengukur, dan membahas tujuan.
  • Integrasi antara tujuan secara luas yang dibuat oleh manajemen senior dengan tujuan masing-masing pekerja.
  • Kejelasan yang lebih baik mengenai aspirasi dan tujuan organisasi.
  • Pelaksanaan dialog berkelanjutan antara manajemen dengan pekerja.
  • Pengembangan lingkungan yang lebih terbuka.
  • Perusahaan dapat mencapai hasil yang diinginkan.
  • Mendorong pengembangan pribadi.
Manajemen kinerja tidak linier, tetapi tidak beruntun. Keterbatasan manajemen kinerja adalah keterbatasan system pengukuran kinerja financial yang belum mampu mengakomodasi tuntutan persaingan. Keterbatasan system pengukuran kinerja financial meliputi:
  • Manusia terperangkap dalam system itu sendiri
  • Kekurangrelevanan system pengukuran kinerja berbasis financial
  • Berorientasi pada pelaporan kinerja masa lalu
  • Berorientasi jangka pendek
  • Kurang luwes atau fleksibel 
  • Tidak memicu perbaikan
  • Sering rancu dengan aspek biaya
  • Manajer tidak menyukai tantangan
  • Karyawan sering takut melakukan
Sistem pengukuran kinerja konvensional menghasilkan informasi yang lambat, terlalu global, kurang focus, dan terlalu distorsi bagi manajer untuk melakukan proses perencanaan dan pengambilan keputusan.
Saat ini, pengukuran kinerja berbasis non financial menjadi sangat penting, karena meningkatnya minat tingkat manajemen yang lebih tinggi untuk menemukan pusat dan proses operasi bisnis mereka.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SISTEM MANAJEMEN KINERJA

Menurut amstrong (1984), factor-faktor yang mempengaruhi system manajemen kinerja adalah:
  • Perubahan lingkungan persaingan usaha
  • Aturan pemerintah
  • Control pengendalian yang diperlukan terhadap prilaku manusia bervariasi
  • Pengkajian ulang manajemen stratejik
  • Budaya perusahaan
  • Komitmen pemimpin perusahaan
  • Sarana dan prasarana perusahaan
  • Kerjasama semua pihak yang terlibat
  • Melaksanakan pemantauan dan evaluasi
  • System ganjaran dan hukuman

Inisiasi 1 Konsep Dasar Manajemen Pemasaran

Pendahuluan
Selamat berjumpa. Jadwal tutorial yang telah kami kirimkan menunjukkan ada delapan inisiasi dimana terdapat delapan pokok bahasan yang perlu dipelajari. Pada pokok bahasan pertama, Anda mempelajari tentang Konsep Dasar Manajemen Pemasaran. Untuk itu Anda harap mempelajari modul 1 tentang Konsep Dasar Manajemen Pemasaran . jangan lupa mengerjakan tes formatif modul 1 untuk mengevaluasi kemampuan pemahaman Anda tentang modul 1 tersebut.

Kompetensi umum yang perlu Anda kuasai setelah mempelajari pokok bahasan pertama adalah mampu menjelaskan tentang konsep dasar pemasaran, filosofi dasar pemasaran, dan lingkungan pemasaran dalam situasi pasar dan bisnis yang berubah. Sedangkan kompetensi khusus yang harus Anda kuasai dari modul 1 antara lain:
  1. menyebutkan pengertian pemasaran dan manajemen pemasaran;
  2. menjelaskan peran pemasaran dalam organisasi; 
  3. menjelaskan falsafah bisnis:Konsep Pemasaran; 
  4. menjelaskan falsafah bisnis: Konsep Pemasaran Kemasyarakatan; 
  5. menjelaskan tanggungjawab perusahaan; 
  6. menyebutkan pengertian konsumerisme; 
  7. menjelaskan faktor-faktor lingkungan (akan dibahas di inisiasi 2)
Sebelum masuk pada materi pokok bahasan pertama, kami ingin memberikan pemahaman tentang Esensi Pemasaran. Coba apa yang ada dalam benak Anda tentang esensi pemasaran? Di dalam situasi persaingan yang semakin ketat sekarang ini, pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang penting untuk diperhatikan perusahaan agar kelangsungan hidupnya dapat dipertahankan. Dalam melaksanakan tugas pemasarannya, seorang manajer pemasaran suatu perusahaan perlu memahami karakteristik yang spesifik dari pasar yang akan dituju. Tinjauan yang menyeluruh tentang kebutuhan dan keinginan pasar perlu mendapat perhatian dalam rangka menciptakan kepuasan konsumen melalui barang atau jasa yang ditawarkan. Jadi pada intinya pemasaran mengandung arti “kegiatan yang ditujukan untuk menemukan kebutuhan dan keinginan konsumen dan memuaskannya”.

Langkah awal yang perlu dilakukan oleh manajer pemasaran yaitu memahami kebutuhan konsumen. Kebutuhan setiap orang berbeda-beda, namun dalam kelompok tertentu kebutuhan mereka relatif sama. Perusahaan dapat melayani kebutuhan semua kelompok konsumen tersebut, atau memilih satu kelompok yang potensial untuk dapat dipuaskan kebutuhan dan keinginannya. Proses penentuan kelompok konsumen dan cara memuaskan kebutuannya tersebut melibatkan berbagai konsep dan kegiatan pemasaran. Untuk itu pembahasan akan dimulai dengan pemahaman akan pasar, pemasaran, manajemen pemasaran dan konsep pemasaran.

Semula istilah pasar menunjukkan tempat dimana penjual dan pembeli berkumpul umtuk bertukar barang-barang mereka, misal di pasar tradisional. Ahli ekonomi menggunakan istilah pasar untuk menunjuk pada sejumlah pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada suatu produk. Sedangkan pemasar lebih mengartikan penjual sebagai industri dan pembeli sebagai pasar. Pengertian pasar yang lebih luas dikemukakan oleh William J. Stanton:

Pasar adalah orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas, mempunyai uang untuk berbelanja, dan mempunyai kemauan untuk membelanjakannya.

Jadi dalam pengertian tersebut terdapat tiga faktor utama yang menunjang terjadinya pasar yaitu:
  • orang dengan segala kebutuhannya,
  • daya beli mereka, dan 
  • tingkah laku dalam pembelian mereka.
Pengertian Pemasaran
Pemasaran pada dasarnya merupakan suatu proses perpindahan barang atau jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Lebih lanjut beberapa ahli memberikan bermacam-macam batasan tentang pemasaran diantaranya dikemukakan oleh Philip Kotler:

Pemasaran adalah semua proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, manawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain.

Sedangkan pengertian pemasaran menurut American Marketing Association adalah sebagai berikut:

Pemasaran merupakan suatu proses perencanaan dan pengembangan kegiatan usaha yang meliputi kebijakan harga, promosi, dan distribusi sejumlah ide, barang atau jasa yang diarahkan pada suatu proses pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi.

Dari sejumlah definisi pemasaran tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan pemasaran pada dasarnya meliputi empat kegiatan utama yaitu pengembangan produk, promosi, harga dan saluran distribusi yang biasa disebut dengan marketing mix atau bauran pemasaran.

Pengertian Manajemen Pemasaran
Fungsi-fungsi manajemen pada dasarnya terdiri dari fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi strategi yang dilaksanakan dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Pengertian manajemen pemasaran juga sangat berkaitan dengan tugas-tugas manajer pemasaran dalam melaksanakan fungsi-fungsinya.

Manajemen pemasaran dapat didefinisikan sebagai berikut:
Manajemen Pemasaran adalah suatu proses analisis, perencanaan, implementasi, koordinasi dan pengendalian program pemasaran yang meliputi kebijakan produk, harga, promosi, dan distribusi dari produk, jasa, dan ide yang ditawarkan untuk menciptakan dan meningkatkan pertukaran manfaat dengan pasar sasaran dalam upaya pencapaian tujuan organisasi (Boyd, Walker, Larreche, 1998, p.16).

Sedangkan pengertian manajemen pemasaran menurut American Marketing Association adalah sebagai berikut:
Manajemen Pemasaran adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian operasi pemasaran total, termasuk tujuan perumusan tujuan pemasaran, kebijakan pemasaran, program pemasaran dan strategi pemasaran, yang ditujukan untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi tujuan individu maupun organisasi.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pemasaran meliputi proses analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program pemasaran. Pada tahap awal pemasar perlu melakukan analisis peluang pemasaran u tuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dengan menganalisis lingkungan pemasaran dan perilaku konsumen. Pada tahap kedua pemasar perlu menyusun perencanaan pemasaran stratejik yaitu dengan merumuskan tujuan pemasaran, mengidentifikasi kendala yang menghambat tujuan, mengembangkan strategi pemasaran, dan menetapkan program pemasaran. Tahap ketiga impelemntasi rencana pemasaran dan tahap terahir adalah pengendaian pemasaran. Proses Manajemen Pemasaran dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1.1
Proses Manajemen Pemasaran 

Konsep Dasar /Filosofi Pemasaran
Manajer pemasaran dalam melakukan aktifitasnya perlu memikirkan orientasi atau filosofi yang mendasari upaya pemasarannya. Melalui filosofi tersebut kegiatan pemasaran mempunyai pola orientasi bisnis dan pemasaran baik pada perusahaan, pelanggan ataupun masyarakat.

Terdapat lima konsep sebagai bentuk filosofi dalam pemasaran yaitu konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran dan konsep pemasaran kemasyarakatan.

Konsep produksi yaitu konsep yang berorientasi produksi menekankan bahwa kegiatan produksi harus diutamakan dan dilakukan sebanyak-banyaknya untuk memenuhi permintaan. Tujuan konsep produksi adalah pencapaian efisiensi prosuksi, biaya rendah, dan distribusi massa.

Konsep produk yaitu konsep yang menekankan bahwa sukses pemasaran tergantung pada kualitas produk yang dihasilkan perusahaan. Perusahaan yang memakai konsep ini selalu berusaha memenangkan persaingan melalui pembuatan produk unggulan Perusahaan selalu berupaya menghasilkan produk berkulitas dan terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas produknya.

Konsep penjualan yang menekankan bahwa konsumen tidak akan mengkonsumsi produk dari suatu perusahaan, apabila perusahaan tersebut tidak melakukan usaha promosi dan penjualan yang agresif.

Konsep pemasaran merupakan konsep yang lebih menitikberatkan pada kepentingan pelanggan atau kepuasan konsumen. Filosofi konsep pemasaran dikemukakan oleh Kotler sebagai berikut:

Konsep pemasaran sebagai filosofi berpendapat bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien dibanding pesaingnya.

Dengan demikian konsep pemasaran sebagai filosofi mencakup tiga unsur, yaitu:
  1. Orientasi pelanggan. Orientasi pelanggan terdiri dari kegiatan penentuan produk dan program pemasarannya melalui pengembangan dan implementasi strategi pemasaran.
  2. Pemasaran yang terkoordinasi dan terintegrasi. Perlunya koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran pada berbagai unit di dalam perusahaan ditujukan untuk dapat memberikan kepuasan pelanggan. 
  3. Pencapaian tujuan kinerja organisasi. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapatkan laba atau tingkat keuntungan yang layak yang dapat digunakan untuk mengembangkan perusahaan.
Perbedaan konsep pemasaran dengan konsep penjualan pada titik tolak, pusat perhatian (fokus), prosedur dan alat, serta hasil akhirnya. Konsep penjualan berawal dari keinginan perusahaan, memfokuskan pada usaha mempertahankan produk melalui upaya promosi dan penjualan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan laba yang tinggi. Sedangkan konsep pemasaran titik tolaknya adalah keinginan pasar, fokusnya pada usahamemnuhi kebutuhan konsumen, melakukan pemasaran yang terintegrasi, dan hasil akhirnya adalah pencapaian laba yang diperoleh dengan cara memuaskan pelanggan.

Konsep pemasaran kemasyarakatan. Konsep ini merupakan perkembangan dari konep pemasaran yang disesuaikan dengan perubahan sejalan dengan adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya memelihara keseimbangan lingkungan dan sosial, serta kesejahteraan masyarakat. Konsep ini menekankan bahwa tugas organisasi adalah memahami kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan meningkatkan kepuasan konsumen lebih efektif dan efisien dibanding pesaing untuk mencapai kesejahteraan sosial konsumen. Beberapa faktor yang mendorong berkembangnya konsep ini adalah isu-isu tentang lingkungan hijau (green marketing), pemasaran sosial, etika dan moral berbisnis, serta profit oriented versus social oriented. Perusahaan harus lebih berorientasi pada umat dan kelangsungan hidup agar tidak terjadi konflik kepentingan antara produsen dengan masyarakat. Misal perusahaan penyedap rasa perlu mencantumkan label halal dan mendapat sertifiksi dari majelis Ulama Indonesia (MUI) agar produknya tidak dijauhi oleh konsumen. Perusahaan kayu lapis baru dapat memasarkan produknya apabila mendapatkan sertifikasi ecolabel dari dunia untuk menjamin perusahaan yang bersangkutan malakukan penanaman hutan kembali dan sisa-sisa proses produksinya telah didaur ulang menjadi produk yang bermanfaat. Konsumen sekarang ini menghendaki adanya tanggungjawab sosial dari produsen produk-produk yang bahannya berasal dari hutan agar dapat menjaga kelestarian hutan demi terciptanya kesejahteraan masyarakat dunia.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan adanya ketidakpuasan konsumen terhadap barang yang dibelinya karena terdapat ketidaksesuaian antara kenyataan dengan propaganda perusahaan. Pada kenyataannya banyak perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan yang besar tanpa memperhatikan kepentingan konsumen. Ini tidak sesuai dengan Konsep Pemasaran yang berusaha memberikan kepuasan kepada konsumen untuk mendapatkan laba jangka panjang. Untuk itu masalah konsumerisme menjadi menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Cravens dan Hills mengemukakan konsumerisme sebagai berikut.

Konsumerisme adalah kekuatan sosial di dalam lingkungan yang ditujukan untuk membantu dan melindungi konsumen dengan menggunakan hukum, modal dan tekanan ekonomi terhadap perusahaan.

Isu Pemasaran Yang berubah
Perkembangan situasi bisnis sekarang ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan arus informasi, teknologi dan tuntutan masyarakat yang selalu mengikuti perubahan. Bisnis masa kini berada pada lingkungan yang selalu berubah dengan cepat dan dinamis. Globalisasi yang ditandai dengan adanya arus perdagangan tanpa batas negara, ruang dan waktu membuat tingkat persaingan menjadi semakin tajam. Tingginya tingkat persaingan juga didukung oleh adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan adanya perdagangan lewat internet atau komputer sehingga membawa dampak pada perubahan perilaku beli dan jual masyarakat.

Dengan adanya tingkat persaingan yang tajam, membuat banyak produk yang relatif sama di pasar (look a like product). Hal ini menjadikan konsumen dihadapkan pada banyak pilihan produk dan sulit membedakan satu produk dengan produk lain. Konsumen menjadi semakin demanding atau menuntut nilai (value) produk dengan lebih membandingkan harga dan manfaat produk yang didapat. Konsumen masa kini lebih pandai mengharapkan lebih dari apa yang mereka terima di masa sebelumnya. Konsumen lebih mencari esensi nilai produk yaitu barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang wajar. Persepsi konsumen atas nilai berkaitan dengan kualitas produk yang dapat memberikan kepuasan konsumen yaitu kemampuan barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan melebihi harapan pembeli. Pelanggan akan puas bila mereka mendapatkan kualitas barang dan jasa dengan harga yang wajar sehingga semakin besar kemungkinan melakukan pembelian ulang atau melakukan hubungan dengan perusahaan.

Oleh karena itu hanya perusahaan yang mendasarakan keputusan pemasarannya pada customer oriented dan value oriented-lah yang bisa bertahan. Konsep market driven atau consumer driven perlu diterapkan ke dalam kebijakan intern perusahaan agar kepuasan pelanggan menjadi orientasi atau fokus perusahaan. Kelangsungan hidup perusahaan juga sangat tergantung dari kemampuan perusahaan menciptakan hubungan baik dengan konsumen (consumer relationship). Untuk itu perusahaan sebaiknya menerapkan konsep pemasaran berdasarkan hubungan (relationship marketing) yang pada dasarnya mempunyai tujuan untuk menciptakan loyalitas pelanggan yang kuat. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan yang berada pada posisi pemimpin pasar lebih berupaya untuk mempertahankan pelanggannya daripada menerobos pasar baru. Hal dasar yang perlu diperhatikan perusahaan dalam menjalin hubungan ini adalah memahami benar apa kebutuhan dan keinginan serta harapan individual konsumen. Akhir-akhir ini banyak perusahaan yang menyadari untuk menerapkan individualized marketing atau one to one marketing dengan cara menciptakan produk yang dapat tepat memenuhi apa yang diinginkan dan dibutuhkan kelompok konsumen.

Pengertian manajemen SDM

Apa itu manajemen SDM?

Pengertian manajemen SDM diperoleh berdasarkan pemahaman terhadap definisi yang dikemukakan oleh para ahli seperti, Fisher dkk., Ivancevich, Byars dan Rue, Dessler, serta Noe dkk.
  1. Menurut Fisher dan kawan-kawan (1990), manajemen sumber daya manusia meliputi keseluruhan keputusan dan praktek manajemen yang secara langsung berdampak atau mempengaruhi orang-orang yang bekerja untuk organisasi. Sedangkan keseluruhan keputusan dan praktek manajemen meliputi: perencanaan sumber daya manusia dan analisis jabatan; masukan organisasional; pengembangan produktivitas sumber daya manusia; penilaian kinerja dan sistem penghargaan; dan menjaga agar sumber daya manusia tetap awet (sustain) bekerja dalam organisasi.
  2. Menurut Ivancevich, manajemen sumber daya manusia adalah suatu fungsi yang dilaksanakan di dalam organisasi yang mempermudah pemanfaatan karyawan secara efektif untuk mencapai tujuan organisasional dan individu. 
  3. Menurut Byars dan Rue, manajemen sumber daya manusia meliputi aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk mengurus dan mengkoordinasi sumber daya manusia dalam suatu organisasi. 
  4. Menurut Dessler, manajemen sumber daya manusia mengacu pada praktek dan kebijakan yang diperlukan untuk melaksanakan aspek-aspek personalia dari jabatan manajemen. 
  5. Menurut Noe dan kawan-kawan, manajemen sumber daya manusia mengacu pada kebijakan, praktek, dan sistem yang memengaruhi perilaku, sikap, dan kinerja karyawan.
Berdasarkan pada definisi di atas, dapat kita katakan bahwa manajemen sumber daya manusia mencakup keseluruhan kebijakan, praktek, dan sistem untuk mengelola sumber daya manusia dalam organisasi dengan cara yang paling efektif untuk mencapai baik tujuan organisasional maupun individu.

Siapa penyelenggara fungsi dan aktivitas manajemen sumber daya manusia?
Pengetahuan mengenai penyelenggara fungsi dan aktivitas manajemen SDM ini penting untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa bahwa para penyelenggara fungsi dan aktivitas manajemen sumber daya manusia itulah nantinya yang harus bertanggung jawab menghadapi dan menjawab tantangan yang tertuju pada praktek manajemen sumber daya manusia di dalam organisasi.

Saudara mahasiswa, pendelegasian tugas-tugas manajemen sumber daya manusia telah lama berubah. Pada awalnya, para manajer pada level tertentu secara pereodik terlibat pada setiap fungsi utama manajemen sumber daya manusia. Contoh, pelibatan hampir seluruh manajer (tidak saja manajer SDM) dalam sejumlah aspek perekrutan karyawan, penseleksian, pelatihan, pengembangan, penggajian, pembentukan tim, dan pengevaluasian.

Pada organisasi kecil, sebagian besar fungsi manajemen sumber daya manusia dilaksanakan oleh pemilik atau manajer operasi. Organisasi kecil umumnya tidak memiliki unit sumber daya manusia, sehingga manajer operasi memiliki banyak tanggung jawab terhadap manajemen sumber daya manusia. Pada organisasi menengah, bahkan beberapa organisasi besar, fungsi manajemen sumber daya manusia dilaksanakan oleh bagian sumber daya manusia yang bersifat umum. Bagian yang bersifat umum ini mencurahkan sebagian besar waktunya untuk masalah-masalah sumber daya manusia, meskipun tidak mengkhususkan diri pada satu bidang tertentu dari manajemen sumber daya manusia.

Sejalan dengan perkembangan organisasi, pekerjaan bagain umum ini kemudian dipecah-pecah dan beberapa dari pecahan tersebut menjadi fungsi khusus. Manajemen sumber daya manusia adalah salah satu bagian yang menjadi fungsi khusus tersebut. Oleh karena itu, pada organisasi besar biasanya memiliki departemen sumber daya manusia atau departemen personalia tersendiri yang bertanggung jawab terhadap pengarahan fungsi manajemen sumber daya manusia.

Saudara mahasiswa, fungsi utama departemen sumber daya manusia adalah memberikan dukungan terhadap manajer operasi pada keseluruhan persoalan yang berhubungan dengan sumber daya manusia. Dengan demikian, sebagian besar departemen sumber daya manusia melaksanakan peranan staf tradisional dan terutama bertindak di dalam kapasitasnya sebagai penasehat. Disamping menasehati manajer operasi, departemen sumber daya manusia biasanya mengorganisasi dan mengkoordinasi pengangkatan dan pelatihan; memelihara dokumen kepersonaliaan; bertindak sebagai penghubung antara manajemen, pekerja, dan pemerintah; dan mengkoordinasi program-program keselamatan kerja. Oleh karena itu, dalam usaha pencapaian sasaran organisasi, manajemen sumber daya manusia membutuhkan koordinasi yang erat dengan manajer operasi.

2. Apa tantangan manajemen sumber daya manusia kini dan di masa mendatang?
  1. Menurut Byars dan Rue (1997), ke depan tantangan yang dihadapi manajemen sumber daya manusia adalah munculnya isu-isu keberagaman di tempat kerja;
  2. adanya perubahan tuntutan dari pemerintah;
  3. adanya perubahan struktur organisasi;
  4. adanya perkembangan teknologi khususnya teknologi informatika; dan
  5. adanya isu pendekatan manajemen yang cenderung kearah pemberdayaan karyawan dan tim kerja mandiri.Manajemen sumber daya manusia telah berkembang menjadi luas dan telah berubah dari hanya sekedar administrasi aktivitas-aktivitas pekerjaan, hubungan buruh, kompensasi, dan kesejahteraan yang bersifat tradisional ke arah lebih banyak berintegrasi baik ke dalam manajemen maupun ke dalam proses perencanaan strategis organisasi.

Salah satu alasan sehingga manajemen sumber daya manusia memiliki peran yang lebih luas adalah lingkungan organisasional yang telah menjadi lebih beragam dan kompleks. Dibandingkan dengan kondisi dimana angkatan kerja secara historis banyak didominasi oleh kaum pria, pada saat ini angkatan kerja sangat beragam dan diperkirakan dimasa mendatang lebih beragam lagi meliputi banyak dimensi termasuk jenis kelamin, ras, penduduk asli, agama, umur, dan kaum minoritas. Keberagaman di tempat kerja menggambarkan suatu tantangan baru dan berbeda bagi masing-masing manajer. Tantangan lain selain keberagaman adalah akibat adanya perubahan tuntutan dari pemerintah, struktur organisasi, teknologi, dan pendekatan manajemen.

Reviu Materi Modul 2

1. Model Diagnosis Manajemen Sumber Daya Manusia
Model diagnosis manajemen SDM merupakan kerangka yang dapat membantu manajer memusatkan perhatiannya pada seperangkat faktor yang relevan. Model sendiri merupakan peta yang membantu seseorang dalam melihat bagan, baik secara keseluruhan maupun per bagian. Ada tiga faktor yang terangkum sebagai bagian dari model diagnosis manajemen sumber daya manusia, yaitu orang, lingkungan internal dan eksternal, dan organisasi.

Gambar1 menunjukkan model diagnosis manajemen sumber daya manusia. Model tersebut menegaskan sejumlah pengaruh utama dari lingkungan internal dan eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesesuaian antara aktivitas manajemen sumber daya manusia dan orang.

Dengan mempelajari model diagnosis tersebut dapat mengetahui bahwa dalam kaitan bekerja bersama dengan orang lain, sejumlah aktivitas manajemen sumber daya manusia harus dipraktikkan secara efektif. Contoh, untuk mendorong individu menggunakan daya kemampuannya, maka tidak akan cukup hanya dengan suatu analisis jabatan saja, kegiatan-kegiatan lain, seperti evaluasi kinerja, kesejahteraan dan pelayanan yang layak, serta skema kerja yang menarik juga diperlukan. Aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia secara keseluruhan berkaitan satu sama lain dan memiliki kombinasi pengaruh terhadap orang. Hal itu karena ”pengaruh” akan mengena kepada ”orang”, dan pada gilirannya ”orang” akan berhubungan dengan ”keefektifan kriteria”. Fungsi manajemen sumber daya manusia harus dilaksanakan agar organisasi tetap kompetitif dan tetap hidup.


Gambar1 Model Diagnosis Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber: Ivancevich, J.M., Human Resource Management: Foundations of Personnel, 5th Edition. Boston: Richard D. Irwin, Inc.

Saudara mahasiswa, ada tiga faktor yang mempengaruhi aktivitas manajemen sumber daya manusia suatu organisasi, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan orang. Para manajer harus mempertimbangkan tiga faktor tersebut sebelum membuat keputusan. Mereka perlu menganalisis manajemen sumber daya manusia atau orang dengan permasalahannya dengan menggunakan semua data riil. Setelah itu baru memutuskan sebab-akibat mana yang menimbulkan permasalahan dan bagaimana masalah tersebut dapat dipecahkan. Contoh, seorang manajer mendapat laporan bahwa produktivitas di departemennya mengalami penurunan. Manajer tsb harus berfikir bahwa penurunan produktivitas disebabakan oleh beberapa alasan. Mungkin karena peralatan yang digunakan mengalami kerusakan sehingga tidak layak, atau bahan baku dan bahan penolong berkualitas rendah. Atau mungkin karena faktor karyawan. Mungkin karena karyawan yang memiliki keahlian tinggi telah dipromosikan, atau ditransfer ke tempat lain atau bahkan telah keluar, sedangkan penggantinya tidak memiliki keahlian dan pengalamanan yang memadai. Atau kemungkinan lain disebabkan oleh moral karyawan.

Dalam menginvestigasi permasalahan, manajer tersebut menggunakan kerangka diagnosis. Jika manajer berkesimpulan bahwa penyebab jeleknya produksi yang paling mungkin adalah rendahnya kepuasan karyawan, maka solusi masalah tersebut dapat dicari, misal, manajer memberikan kondisi kerja yang lebih baik, menaikkan upah dan kesejahteraan finansial lain, mengembangkan komunikasi antara supervisor dengan karyawan, mendesain ulang jabatan untuk membuat karyawan lebih tertarik dan tertantang, atau mengubah gaya kepemimpinan manajer. Namun jika setelah dilakukan penanganan terhadap moral ternyata produktivitas masih tetap rendah, manajer akan meneruskan investigasinya kepada sebab-akibat berikutnya yang paling mungkin dari masalah yang sedang dihadapi, demikian seterusnya sehingga ditemukan sebab-akibat yang paling tepat.

2. Kekuatan Lingkungan Eksternal Dan Internal
Gambar 1 menunjukkan bahwa program manajemen sumber daya manusia di dalam organisasi dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan eksternal (di luar organisasi) dan internal (di dalam organisasi). Di satu sisi, pengaruh lingkungan eksternal, seperti hukum dan peraturan pemerintah, prosedur dan tuntutan serikat buruh, kondisi ekonomi dan angkatan kerja memiliki dampak yang signifikan terhadap program-program manajemen SDM. Di sisi lain, program manajemen SDM suatu perusahaan harus beroperasi di dalam kerangka adanya keterbatasan sumber daya yang tersedia dan kompetensi yang dihasilkan oleh organisasi.

Sebagai salah satu fungsi penting diantara fungsi-fungsi internal organisasi lain, seperti keuangan, akuntansi, riset dan pengembangan, pemasaran, dan produksi, maka manajemen SDM harus berinteraksi dengan program-program internal dan eksternal tersebut yang terangkai dalam suatu orkestra keseluruhan sistem organisasional.

3. Manajemen Sumber Daya Manusia Global
Apabila suatu organisasi telah memutuskan menjadi perusahaan dalam skala internasional, maka dia akan dihadapkan pada standar pelaksanaan hukum dan etika baru yang berpotensi unik. Bisnis internasional diselenggarakan dalam suatu perjanjian dagang internasional yang berpotensi menimbulkan masalah bagi perusahaan yang beroperasi secara internasional tersebut. Hal itu, karena melibatkan hukum negara induk (asal) dan peraturan dari negara tuan rumah. Contoh, lemahnya peraturan mengenai lingkungan hidup di banyak negara berkembang berhadapan dengan kuatnya peraturan mengenai lingkungan hidup di negara maju. Suatu praktik bisnis dianggap tidak etis dan tidak legal di suatu negara, sedangkan di negara lain dianggap normal. Pemberian hadiah merupakan hal yang wajar di banyak negara, tetapi pada situasi di mana terjadi konflik kepentingan pemberian hadiah semacam itu dianggap suatu penyuapan.

Melakukan bisnis secara global juga dapat menciptakan dilema etika, berkaitan dengan penjualan atau transfer teknologi dan ilmu pengetahuan. Perusahaan dapat juga dihadapkan kepada keputusan tentang hubungan bisnis seperti apa yang harus diadakan di negara asing yang memiliki nilai politik dan sosial berbeda dengan negara asal. Walaupun terdapat peraturan dari pemerintah yang berusaha menjawab beberapa pertanyaan tentang etika dan hukum, namun masih banyak keputusan penting dan sulit lainnya mengenai bagaimana menyelenggarakan operasi di luar negeri akhirnya menjadi tanggung jawab perusahaan.

Departemen sumber daya manusia global dapat memainkan peran penting dalam membentuk dan menyelenggarakan bisnis internasional melalui pemberian program pelatihan kepada staf sebelum ybs diberangkatkan ke luar negeri. Pelatihan tsb meliputi pengetahuan dasar tentang iklim hukum dan etika di negara dimana karyawan akan ditugasi. Program pelatihan tersebut difokuskan pada peningkatan kesadaran manajer mengenai konsekuensi-konsekuensi dari keputusan mereka baik ditinjau dari perspektif etika maupun hukum.

4. Kompetensi yang Dibutuhkan Bagi Organisasi Agar Kompetitif
Saudara mahasiswa, keunggulan kompetitif mengacu kepada kemampuan organisasi untuk menformulasikan strategi yang menempatkannya pada posisi yang relatif menguntungkan terhadap perusahaan-perusahaan pesaing dalam industri. Keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui peningkatan kapabilitas perusahaan secara efektif yang mencakup seluruh kekayaan fisik dan financial. Juga seluruh kapabilitas lain, seperti kompetensi, proses-proses organisasional, atribut perusahaan, informasi, dan pengetahuan yang dikontrol oleh perusahaan.

Dalam suatu perubahan dunia bisnis yang berlangsung terus-menerus, agar terhindar dari risiko gagal berbisnis, maka organisasi harus dapat beradaptasi terhadap perubahan. Pada umumnya, reaksi yang pertama-tama muncul dari kebanyakan orang jika menghadapi perubahan adalah melakukan penolakan. Dalam konteks organisasi, peningkatan kekuatan perubah akan terjadi melalui penggunaan alat-alat dan keahlian manajemen SDM secara benar. Contoh, organisasi yang memiliki perhatian terhadap perubahan akan lebih memiliki kemampuan beradaptasi terhadap tekanan dan perubahan lingkungan. Artinya, untuk menjadi organisasi yang seperti itu, maka organisasi harus mempekerjakan orang-orang yang lebih fleksibel dan juga mengembangkan karyawan agar memiliki kesadaran bahwa perubahan adalah suatu bagian penting dari pertumbuhan. Perusahaan juga perlu merancang standar kinerja bagi karyawan untuk mendorong fleksibilitas dan keberagaman serta memberi penghargaan kepada karyawan agar bekerja inovatif. Selain itu, organisasi perlu mengkomunikasikan kepada karyawan tentang tipe perubahan yang diperlukan, dan mengapa perubahan itu penting bagi kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan. Dalam lingkungan kompetitif yang semakin meningkat, organisasi yang memiliki kapasitas berubah yang lebih besar, lebih mungkin untuk memuaskan pelanggan dan memperluas basis pelanggan

singkat sejarah perkembangan manajemen SDM

Reviu Materi Modul 1

Saudara mahasiswa,
Perkembangan fungsi dan peranan manajemen sumber daya manusia dimulai dari pelaksanaan tugas-tugas sederhana, yaitu sebatas pada kegiatan bersifat klerikal sampai pada fungsi yang strategis dalam pengembangan rencana strategi organisasi. Dalam pendekatan pengelolaan sumber daya manusia pun mengalami pergeseran, yaitu mulai dari model manajemen personalia tradisional yang hanya menekankan pada kepentingan sub-subfungsi kepada model sistem manajemen sumber daya manusia yang menekankan pada integrasi sistem, yaitu antara fungsi yang satu dengan lainnya saling melengkapi dalam kaitannya mencapai tujuan organisasi.

Menurut para ahli SDM, sejarah perkembangan manajemen sumber daya manusia dapat ditelusuri jejaknya dari Inggris. Di Inggris ketika itu, para buruh bangunan (tukang batu dan tukang kayu) dan para pengrajin mengorganisasi diri mereka ke dalam serikat sekerja. Mereka menggunakan serikat sekerja untuk memperbaiki kondisi kerja mereka. Selanjutnya serikat-serikat sekerja tersebut menjadi pelopor berdirinya persekutuan-persekutuan dagang.

Perkembangan berikutnya ditandai oleh munculnya revolusi industri di Inggris sekitar akhir abad ke 18 yang meletakkan dasar bagi masyarakat industri baru yang lebih kompleks. Dalam revolusi indutsri tersebut, cara kerja yang sepenuhnya menggunakan tenaga manusia mulai diganti dengan tenaga uap dan tenaga mesin. Akibatnya, kondisi kerja, pola hubungan sosial, dan pembagian kerja berubah secara signifikan. Perubahan ini pada akhirnya juga memperlebar jarak antara pekerja dan pemilik perusahaan.

Adanya perubahan yang drastis dalam teknologi, organisasi, serikat pekerja, serta adanya perhatian dan campur tangan pemerintah terhadap para buruh, telah melahirkan perkembangan baru, yaitu pembentukan departemen personalia dalam perusahaan.

Sekitar tahun 1920 telah berkembang konflik berkepanjangan antara pekerja dengan pihak manajemen yang mengakibatkan munculnya administrator personel atau sering disebut welfare secretaries. Welfare secretaries ini tugasnya menjembatani jarak antara manajemen dan pekerja. Siagian menerjemahkan welfare secretaries ini sebagai “sekretaris kesejahteraan”, yang tugas utamanya memikirkan cara-cara perumusan kebutuhan ekonomi para pekerja dan mencegah jangan sampai para pekerja membentuk serikat pekerja. Pada waktu itu telah mulai terlihat dan dirasakan bahwa para pekerja memerlukan bantuan dalam penanganan berbagai masalah yang berkaitan dengan kekaryaan mereka, seperti pendidikan, perumahan dan kesehatan. Dengan lahirnya banyak organisasi yang berskala besar, para manajer puncak tidak lagi mampu dan tidak punya waktu untuk menangani sendiri masalah-masalah kesejahteraan para pekerjanya, oleh karena itu diperlukan sekretaris kesejahteraan.

Pada sejarah awal personalia tersebut memang belum terlihat mengenai pentingnya manajemen sumber daya manusia bagi para manajer. Personalia hanya dipandang sebagai unit tukang catat dan memberikan lencana penghargaan atau tanda jasa dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan wisata tahunan perusahaan. Lama-kelamaan anggapan tentang fungsi manajemen sumber daya manusia yang sederhana tersebut berubah seiring dengan semakin berkembangnya skala perusahaan dan semakin kompleksnya permasalahan personalian perusahaan. Lebih-lebih jika persoalan strategi manajemen sumber daya manusia diintegrasikan ke dalam strategi organisasi. Di sini akan jelas bahwa manajemen sumber daya manusia memainkan peranan penting di dalam mengklarifikasi persoalan sumber daya manusia perusahaan dan mengembangkan solusi pemecahannya. Peranan manajemen sumber daya manusia tersebut telah diorientasikan ke arah tindakan, individu (orang per orang), interdependensi yang luas, dan masa depan.

Sulit dibayangkan bahwa suatu organisasi dapat mencapai keefektifan secara berkesinambungan tanpa program dan aktivitas manajemen sumber daya manusia yang efisien. Semakin jelas dapat kita lihat bahwa peranan manajemen sumber daya manusia terus meningkat menjadi pemain utama dalam pengembangan rencana strategis. Rencana dan strategi organisasional serta rencana dan strategi sumber daya manusia tidak mungkin lepas keterjalinannya. Strategi manajemen sumber daya manusia harus secara jelas merefleksikan strategi organisasi dengan memperhatikan kepada orang, laba, dan keefektifan secara menyeluruh. Manajer sumber daya manusia diharapkan memainkan peranan yang menentukan di dalam meningkatkan keahlian karyawan dan keuntungan perusahaan. Sehingga peran manajemen sumber daya manusia berubah dari sumber biaya (cost center) menjadi sumber keuntungan ( profit center).

Ruang Lingkup Studi Perilaku Organisasi

Kegiatan Belajar 2

Pembahasan KB2 ini berisi tentang apa itu perilaku organisasi dan mengapa kita perlu mempelajari bidang studi ini, hal ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami lingkup kajian studi PO dan pentingnya mempelajari bidang studi ini khususnya dalam rangka meningkatkan efektifitas organisasi dan kepuasan kerja karyawan.

Secara ringkas topik-topik penting yang akan menjadi pokok bahasan dalam KB 2 adalah sebagai berikut:

Pengertian PO, Tujuan mempelajari studi PO, Kontribusi disiplin ilmu lain terhadap bidang studi PO, Cara menganalisis PO, Trend perkembangan dan tantangan bidang studi keorganisasian dimasa datang.

Pengertian Perilaku Keorganisasian
Dalam bukunya Organizational Theory and Design (1992), Richard L. Daft membedakan pengertian prilaku organisasi dari teori organisasi. Teori organisasi adalah bidang studi yang membahas organisasi secara makro sedangkan perilaku organisasi adalah bidang studi yang membahas organisasi secara mikro. Meski tampak adanya perbedaan pengertian, bidang kajian teori organisasi dan perilaku keorganisasian sebetulnya sama yakni organisasi dan bahkan manusia didalam organisasi. Namun demikian, keduanya merupakan bidang studi yang berbeda utamanya jika kita melihatnya dari cara mengkaji organisasi. Dalam teori organisasi manusia hanya dibahas secara agregat sebab dalam bidang studi ini unit analisisnya adalah organisasi secara keseluruhan (analisis makro). Sedangkan dalam perilaku organisasi, manusia justru menempati posisi sentral (analisis mikro). Disini manusia akan diperlakukan sebagai tempat berpijak untuk memahami organisasi secara keseluruhan.

Menurut Keith Davis dan John Newstrom (1989) perilaku organisasi adalah bidang studi yang mempelajari bagaimana manusia berperilaku dan bertindak didalam organisasi. Dalam hal ini Davis dan Newstrom lebih tegas dalam mengartikan perilaku organisasi yakni perilaku dan tindakan manusia didalam organisasi. Dalam pandangan mereka, tanpa mengabaikan varibel-variabel lain yang ikut mempengaruhinya, perilaku dan tindakan manusia merupakan variabel utama yang mempengaruhi perilaku sebuah organisasi.

Sedangkan pengertian perilaku organisasi yang dikemukakan oleh Stephen Robbins sebagai berikut:

Perilaku keorganisasian adalah bidang studi yang meng-investigasi individu, kelompok dan struktur organisasi, dan dampaknya terhadap perilaku didalam organisasi dengan harapan bahwa dengan menerapkan pengetahuan tersebut efektifitas organisasi dapat ditingkatkan.

Dari penjelasan-penjelasan diatas akhirnya dapat disimpulkan bahwa prilaku organisasi adalah suatu bidang studi terapan yang mempelajari prilaku manusia didalam organisasi, baik manusia dalam kapasitasnya sebagai individu maupun manusia sebagai kelompok, dan hubungan antara manusia dengan variabel yang releven dengan organisasi dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Variable-variabel tersebut adalah dimensi-dimensi organisasi dan lingkungan organisasi.

Tujuan Mempelajari Perilaku Organisasi
Secara khusus tujuan mempelajari studi perilaku keorganisasian adalah agar para manajer yang diberi mandat para pemilik organisasi, bisa mendeskripsikan, menjelaskan dan mempreidiksi, dan mengendalikan prilaku manusia didalam organisasi sehingga tujuan didirikannya organisasi dan tujuan orang-orang yang terlibat didalamnya bisa tercapai secara optimal.
  1. Mendeskripsikan perilaku manusia. Tujuan pertama mempelajari studi perilaku keorganisasian adalah agar kita bisa mengenali, mendiagnosis dan menjelaskan kejadian-kejadian, yang secara teratur dan prediktabel terjadi dalam sebuah organisasi. Mengenali kejadian seperti ini sangat bermanfaat bagi para manajer, sebab bisa digunakan untuk mengidentifikan masalah, menjelaskan apa yang sedang terjadi dalam sebuah organisasi dan menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan para manajer.
  2. Menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia. Tujuan kedua mempelajari perilaku keorganisasian adalah untuk memprediksi masa depan organisasi dengan menggunakan kejadian masa kini sebagai prediktornya. Sebagaimana kita ketahui, organisasi umumnya didirikan bukan untuk jangka pendek melainkan untuk jangka panjang bahkan, kalau mungkin, untuk waktu yang tidak terbatas. Oleh karena-nya, dalam kehidupan organisasi tersebut pasti terjadi suatu pola aktivitas yang sifatnya ajeg. Artinya bahwa pola yang sama juga bisa terjadi dan akan berlanjut di masa datang. 
  3. Mengendalikan prilaku manusia. Tujuan ketiga adalah mengendalikan perilaku manusia didalam organisasi. Harus kita sadari bahwa tidak semua perilaku manusia didalam organisasi selaras dan cocok dengan kepentingan organisasi mengingat berkumpulnya beberapa orang didalam organisasi berasal dari beberapa latar belakang keluarga, pendidikan dan karakter yang berbeda. Disamping itu mereka juga mempunyai kepentingan yang berbeda. Oleh karenanya perilaku manusia didalam organisasi harus dikendalikan dengan pengertian perilaku yang disfungsional harus dihindarkan, dan sebaliknya, perilaku yang diharapkan perlu didorong dan ditumbuh kembangkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.
Level Analisis Dalam Studi Prilaku Organisasi
Studi perilaku keorganisasian dapat dilakukan melalui tiga unit analisis yang berbeda, yakni pada level individual, kelompok dan organisasi. Didalam sebuah organisasi, setiap kejadian bisa dianalisis melalui ketiga level ini. Demikian juga, setiap perilaku yang kita amati dan jenis-jenis masalah yang kita diagnosis sangat bergantung pada masing-msing level tersebut. Sebagai contoh, jika terjadi perselisihan antara manajer quality control (QC) dengan manajer pabrikasi, maka perselisihan ini bisa dianalisis dari masing-masing level yang berbeda.

Gambar 1 dibawah ini menunjukkan ketiga unit analisis sebagai dasar untuk mendiagnosis prilaku manusia didalam organisasi.
 
Gambar 1 Tiga level sebagai dasar untuk menganalisis perilaku keorganisasian

  1. Level individual. Pada level individual, setiap kejadian akan didiagnosis berdasarkan perilaku individu. Sebagaimana telah kita ketahui, setiap orang yang bergabung dengan organisasi, bersamanya dibawa pula kepribadian, sistem nilai dan sikap yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.
  2. Level kelompok. Meskipun sebuah kelompok terdiri dari beberapa individu yang mempunyai tugas dan pekerjaan yang sama/sejenis dan melaporkan pekerjaan tersebut kepada atasan yang sama pula, bukan berarti perilaku kelompok sama dengan kumpulan dari perilaku individu. Penyebabnya karena setiap kelompok mempunyai norma perilaku tersendiri yang mereka bangun bersama dan diterima oleh setiap orang atau sebagaian besar anggota kelompok. Oleh karenanya prilaku kelompok tersebut akan terus dipertahankan - sebagai identitas diri mereka, dan disosialisasikan diantara mereka selama kelompok tersebut masih eksis. Disisi lain mereka akan menolak perilaku kelompok lain utamanya demi menjaga dan melindungi eksistensi mereka. 
  3. Level organisasi. Organisasi adalah kumpulan dari individu, namun seperti halnya dalam perilaku kelompok, kumpulan perilaku individu bukan cerminan dari perilaku organisasi. Pada level ini semua kejadian yang terjadi didalam organisasi akan dianalisis dalam konteks organisasi. Dalam hal ini, dimensi-dimensi organisasi seperti struktur, desain dan kultur organisasi akan dipahami sebagai determinan yang mempengaruhi prilaku individu dan prilaku kelompok, dan secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap prilaku organisasi. 
  4. Lingkungan eksternal organisasi. Disamping level individual, kelompok dan organisasi, lingkungan eksternal organisasi juga menjadi variabel penting dalam menganalisis perilaku keorganisasian. Penyebabnya karena manusia tidak bisa hidup dalam lingkungan yang terisolasi. Mereka pasti berinteraksi baik dengan sesama dalam lingkup organisasi maupun dengan mereka yang berada diluar organisasi. Oleh karenanya kejadian-kejadian dalam organisasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari luar organisasi. Atau dengan kata lain, faktor lingkungan eksternal merupakan variabel penting yang tidak boleh diabaikan dalam memahami prilaku manusia dan prilaku organisasi.
Kontribusi Disiplin Ilmu Lain
Bidang studi perilaku organisasi pada dasarnya adalah domain disiplin ilmu psikologi. Namun karena disiplin ilmu psikologi mempunyai keterbatasan dalam memahami dan menjelaskan perilaku manusia didalam organisasi maka kontribusi disiplin lain dalam memahami perilaku manusia tampaknya tidak bisa dihindarkan. Itulah sebabnya perilaku organisasi yang mulai berkembang sejak tahun 1960an menjadi bidang studi yang bersifat inter-disiplin. Diantara disiplin yang cukup dominan dalam memberi kontribusi terhadap perkembangan disiplin prilaku organisasi adalah: psikologi, sosiologi dan anthropologi. Selain itu disiplin lain yang ikut memberi kontribusi disiplin ini diantaranya adalah Ilmu Politik, Sejarah dan Ilmu Ekonomi.

Saudara mahasiswa, materi pembahasan selanjutnya adalah Sejarah, Trend Perkembangan Dan Tantangan Ke Depan Bidang Studi Prilaku Organisasi, silakan Saudara baca pada BMP PO. Jika ada yang kurang paham, silakan saudara diskusikan pada ruang diskusi mata kuliah ini.

Sumber : http://elearning.ut.ac.id/

Inisiasi 1 Manusia,Organisasi Dan Manajemen

Wednesday, September 2, 2015
Saudara Mahasiswa yang saya cintai, selamat berjumpa pada tutorial mata kuliah Perilaku Organisasi (PO). Pertemuan perdana ini, akan membahas dua materi yaitu tentang Organisasi dan PO dan Perilaku Individu. Sebelum tutorial ini dimulai, saya berharap Saudara sudah membaca dan memahami Buku Materi Pokok (BMP) PO, khususnya modul 1 dan modul 2.

ORGANISASI DAN PERILAKU ORGANISASI

Modul 1 BMP PO intinya mengupas tentang hubungan atau keterkaitan antara ilmu organisasi dengan ilmu PO. Buku Materi Pokok 1, terdiri dari 2 Kegiatan Belajar, KB 1berisi tentang gambaran umum tentang organisasi, khususnya dalam kaitannya dengan manusia dan manajemen, yang terbagi menjadi tiga sub-pokok bahasan yaitu: (1) pengertian organisasi, karakteristik organisasi, dimensi-dimensi organisasi, dan proses penciptaan nilai tambah; (2) manfaat organisasi bagi manusia; dan (3) peranan dan kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang manajer dalam mengelola organisasi. Sedangkan KB 2 membahas gambaran umum PO, dengan topik pembahasan adalah: pengertian PO; tujuan mempelajari PO; kontribusi disiplin ilmu lain terhadap bidang studi PO; cara menganalisis PO; dan sejarah, trend perkembangan dan tantangan bidang studi PO dimasa datang.

Kegiatan Belajar 1

Seperti uraian di atas, bahasan pada KB 1 adalah sebagai berikut:
Pengertian Organisasi: Secara harfiah, kata organisasi berasal dari bahasa Yunani “organon” yang berarti alat bantu atau instrumen. Hal ini berarti bahwa organisasi pada dasarnya adalah alat bantu yang sengaja didirikan atau diciptakan untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan-tujuannya.

Organisasi sering didefinisikan sebagai sekelompok manusia (group of people) yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama (common goals)[1]. Meski definisi ini cukup populer tetapi banyak ahli mengatakan bahwa definisi ini terlalu sederhana. Masih ada beberapa unsur penting yang seharusnya menjadi bagian dari esensi dasar organisasi tetapi belum terungkap dalam definisi diatas. Definisi yang lebih komprehensif misalnya diberikan oleh Stephen F. Robbins, David Cherrington (1989), Jeniffer M. George dan Gareth Jones, Richard Daft yang dapat Saudara baca pada BMP milik Saudara.

Dari beberapa definisi organisasi yang telah diberikan oleh beberapa pakar diatas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi dapat didefinisikan sebagai berikut: “Organisasi adalah unit sosial atau entitas sosial yang didirikan oleh manusia untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan sekelompok manusia – minimal dua orang, mempunyai kegiatan yang terkoordinir, teratur dan terstruktur, didirikan untuk mencapai tujuan tertentu dan mempunyai identitas diri yang membedakan satu entitas dengan entitas lainnya”.

Karakteristik Organisasi:

Secara umum organisasi mempunyai lima karakteristik utama yakni :
  1. unit/entitas sosial,
  2. beranggotakan minimal dua orang, 
  3. berpola kerja yang terstuktur, 
  4. mempunyai tujuan yang ingin dicapai, 
  5. mempunyai identitas diri. 
Penjelasan masing-masing karakteristik silakan Saudara baca pada BMP.

Dimensi Organisasi:
Secara umum karakter sebuah organisasi dapat dipahami melalui dimensi-dimensi organisasi yang dibedakan kedalam dua tipe yaitu dimensi struktural dan dimensi kontektual. Dimensi struktural adalah karakter organisasi yang bersumber pada sisi internal organisasi, sedangkan dimensi kontektual merupakan karakteristik organisasi secara menyeluruh. Dimensi kontektual merupakan dimensi yang menjadi faktor penentu bagi keberadaan sebuah organisasi secara menyeluruh dan berpengaruh terhadap dimensi struktural organisasi. Kedua dimensi ini jika dipahami secara baik dapat bermanfaat untuk memahami organisasi secara keseluruhan, memahami perilaku organisasi dan bisa menjadi dasar untuk menilai keberhasilan organisasi. Untuk jelasnya dimensi-dimensi tersebut dapat kita lihat pada Tabel 1 dibawah ini.



Metafora gunung es – aspek formal dan informal organisasi
Jika kita kembali ke dimensi-dimensi organisasi khususnya dimensi no 1 – tentang formalisasi organisasi, disana dijelaskan bahwa semakin organisasi memiliki banyak aturan, organisasi menjadi semakin formal. Demikian sebaliknya semakin sedikit aturan, organisasi menjadi semakin informal. Penjelasan ini secara tidak langsung menegaskan bahwa baik aspek formal maupun informal sesungguhnya merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari organisasi – keduanya saling berinteraksi dan saling memberi pengaruh. Hanya saja kadang-kadang dijumpai sebuah organisasi yang aspek formalnya jauh lebih dominant ketimbang aspek informalnya. Demikian sebaliknya ada juga organisasi yang aspek informalnya sangat menonjol seolah-olah organisasi tersebut tidak membutuhkan aspek formal meski pada kenyataannya kahadiran aspek formal tidak bisa dihindarkan. Sebagai contoh, organisasi bisnis yang dikelola oleh keluarga – sering disebut sebagai bisnis keluarga cenderung mengedepankan aspek informal ketimbang formal.

Keberadaan aspek formal dan informal sebuah organisasi digambarkan secara jelas oleh Richard J. Selfridge and Stanley L. Sokolik sebagaimana dikutip oleh Donald Harvey and Donald Brown[2]. Selfridge and Sokolik mengumpamakan organisasi layaknya sebuah gunung es – ada bagian yang muncul ke permukaan dan bagian lainnya berada dibawah permukaan laut. Dari kedua bagian tersebut, bagian yang berada dibawah permukaan biasanya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan bagian yang muncul kepermukaan (lihat gambar 1.2). Jika organisasi dimetaforakan dengan gunung es maka bagian yang berada dibawah permukaan laut identik dengan aspek informal organisasi, sedangkan bagian yang muncul ke permukaan mencerminkan aspek formal organisasi.

Aspek formal organisasi adalah elemen/komponen organisasi yang mudah diakses orang luar, bersifat rasional dan sangat berkaitan dengan struktur organisasi. Komponen organisasi ini biasa disebut sebagai overt component dan terkadang juga disebut hard component (perangkat keras organisasi). Termasuk dalam komponen formal misalnya: visi dan misi, tujuan dan sasaran, strategi, struktur, system, posedur, kebijakan, deskripsi kerja, rentang kendali dan pengukuran tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi. Sedangkan yang dimaksud dengan aspek informal organisasi atau covert component atau soft component (perangkat lunak organisasi) adalah komponen organisasi yang bersifat tersembunyi (hidden), afektif, berorientasi social dan psikologikal, dan berkaitan dengan aspek keprilakuan. Diantaranya adalah: Politik dan kekuasaan, Pola hubungan antar personal dan kelompok, Sentiment dan norma kelompok, Pandangan personal terhadap kompetensi organisasi dan individu, Persepsi karyawan terhadap kepercayaan organisasional (organizational trust), Persepsi karyawan terhadap keterbukaan organisasi, Orientasi nilai dan persepsi karyawan, Kepuasan karyawan, Emotional intelligence, motivasi dan harapan karyawan dan masih banyak lagi aspek prilaku manusia yang bisa dikategorikan sebagai covert component. Sederhananya, perangkat lunak organisasi merupakan semua kompnen yang berkaitan langsung dengan dan melekat pada diri seseorang dan budaya yang melingkupinya.


Gambar 1 : Metafora gunung es – aspek formal dan informal organisasi

Dengan memahami organisasi layaknya sebuah gunung es dimana aspek fomal dan informal organisasi selalu hadir berdampingan bisa disimpulkan bahwa kedua komponen ini seharusnya dikelola secara seimbang agar organisasi bisa berfungsi sebagaimana mestinya. Para pengelola organisasi tidak bisa begitu saja mengabaikan salah satunya. Meski demikian, dalam praktik, komponen kedua – perangkat lunak organisasi seringkali luput dari perhatian. Para pengelola organisasi cenderung lebih memperhatikan komponen pertama karena sifatnya yang mudah diobservasi pihak luar dan ukuran keberhasilannya sangat jelas. Teori dan konsep dalam ilmu manajemen pada dasarnya lebih berpihak pada cara pengelolaan organisasi seperti ini. Sejak dikembangkan pertama kali oleh Frederick Taylor pada awal tahun 1900an, ilmu manajemen lebih menitikberatkan perhatiannya pada aspek formal atau perangkat keras organisasi. Namun menyadari bahwa ilmu manajemen yang lebih berorientasi formal bukan tanpa kelemahan, aspek informal organisasi mulai mendapat perhatian. Dimotori oleh disiplin ilmu psikologi, peran manuisa dalam kehidupan organisasi mulai dikaji dan ditelaah untuk mendapat simpulan sejauh mana manusia baik dalam kedudukannya sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok harus dipahami, diarahkan dan bahkan dikendalikan prilakunya sehingga kehadiran manusia didalam organisasi memberi kontribusi terhadap kinerja organisasi. Dari sinilah manusia sebagai perangkat lunak organisasi mulai dikelola. Dari sini pula bidang kajian prilaku organisasi mulai mendapat tempat.

Jenis-jenis organisasi
Dilihat dari alasan mengapa sebuah organisasi didirikan, secara garis besar organisasi bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu organisasi berorientasi ekonomi (biasa disebut sebagai organisasi berorientasi laba – profit oriented organization) dan organisasi tidak beorientasi ekonomi (disebut organisasi nir laba – not-for-profit organization). Organisasi berorientasi ekonomi adalah jenis organisasi yang sengaja didirikan untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan ekonomi, khususnya kebutuhan ekonomi para pendirinya atau pemilik organisasi tersebut. Masyarakat umum mengenal organisasi seperti ini sebagai organisasi perusahaan atau secara sederhana disebut perusahaan. Sedangkan organisasi nir laba (not-for-profit organization), seperti tersirat dari namanya, ukuran keberhasilan organisasi seperti ini bukan laba melainkan ukuran-ukuran lain sesuai dengan tujuan awal pendirian organisasi. Demikian juga orientasinya bukan kepada pemilik tetapi kepada para konstituen yang dilayaninya. Artinya, organisasi nir laba lebih berorientasi kepada kesejahteraan para konstituen daripada kesejahteraan para pendirinya.

Peran organisasi bagi kehidupan manusia
organisasi didirikan manusia bukan sebagai tujuan akhir melainkan hanya sebagai sarana, dan bukan untuk siapa-siapa kecuali untuk kepentingan manusia itu sendiri. Pernyataan ini menunjukkan bahwa ada alasan-alasan tertentu mengapa seseorang atau sekelompok orang mendirikan organisasi. Gareth Jones[3] misalnya mengatakan bahwa seseorang mendirikan organisasi pada dasarnya untuk menciptakan nilai tambah yang berupa produk ataupun jasa dan berbagai macam output yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan beberapa kelompok orang yang berbeda kepentingan. Secara sistemik, proses penciptaan nilai tambah dalam sebuah organisasi terjadi melalui tiga tahap yaitu: masukan (input), proses transformasi (konversi) dan keluaran (output).
Contoh dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2

Proses pembentukan nilai tambah seperti tersebut diatas tentunya tidak bisa dilakukan sendirian oleh organisasi melainkan harus melibatkan berbagai pihak yang lain yang berbeda kepentingan. Gareth Jones mengatakan bahwa kelompok yang berbeda kepentingan ini sering disebut sebagai stakeholders (Pemangku kepentingan). Stakeholders mempunyai motivasi untuk ikut berpartisipasi dalam organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung karena mereka berharap akan memperoleh imbalan yang lebih besar dibandingkan dengan kontribusi yang diberikannya. Imbalan yang diharapkan stakeholder misalnya: uang, kekuasaan dan status dalam organisasi. Sedangkan kontribusi yang diberikannya berupa modal, ketrampilan (skill), pengetahuan dan keahlian.

Secara umum stakeholder dapat dibedakan menjadi dua kelompok yakni kelompok yang berada didalam organisasi (inside organization) dan kelompok yang berada diluar organisasi (outside organization). Kontribusi dan imbalan masing-masing kelompok dapat dilihat pada table 1.2. BMP Saudara.

Manajemen Organisasi
Penjelasan terdahulu mengatakan setiap organisasi, tidak peduli apakah organisasi tersebut adalah organisasi bisnis (berorientasi laba) atau organisasi tidak berorientasi laba, keduanya pasti membutuhkan manajemen. Kebutuhan akan manajemen lebih dimaksudkan agar organisasi bisa berperan sebagai alat bantu manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ada dua ukuran penting yang biasa digunakan untuk mengukur keberhasilan organisasi yaitu efisiensi dan efektifitas organisasi. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut, kedudukan seorang manajer menjadi sangat penting. Para manajer menempati peran penting di dalam organisasi karena mereka adalah sekelompok orang yang diberi mandat oleh pemilik organisasi untuk mengelola semua asset organisasi termasuk didalamnya keuangan, teknologi, sumberdaya manusia dan asset non fisik lainnya. Melihat peran penting tersebut pada sub-pokok bahasan ini akan dibahas peranan manajer di dalam organisasi dan ketrampilan yang harus dimiliki oleh seorang manajer.

Peranan Manajer Dalam Organisasi
Stakeholder yang berasal dari dalam organisasi (inside stakeholders) terdiri dari tiga kelompok yaitu pemilik modal (stcokholders), manajer dan karyawan. Komposisi ketiga inside stakeholders dan kedudukan masing-masing komponen berbentuk sebuah piramida seperti tampak pada Gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 4: komposisi stakeholders yang berada didalam organisasi

Stockholders atau pemilik modal adalah sekelompok orang yang memiliki organisasi menempati posisi paling atas. Posisi paling atas menunjukkan bahwa pemilik modal mempunyai otoritas paling tinggi diantara ketiga komponen stakeholders yang berada didalam organisasi. Wujud kepemilikiannya dinyatakan dalam pemilikan lembar saham (yang bisa dijual belikan). Oleh karenanya, pemilik modal belum tentu orang yang sejak semula ikut mendirikan organisasi. Meski demikian merekalah yang menentukan arah tujuan organisasi. Itulah sebabnya ketika terjadi perubahan kepemilikan organisasi, misalnya karena likuidasi, akuisisi, atau merger dengan organisasi lain; terjadi perubahan arah tujuan organisasi. Gareth Jones menyatakan bahwa arah tujuan organisasi yang ditetapkan oleh stockholder disebut sebagai tujuan offisial organisasi dan biasanya dinyatakan dalam Pernyataan Misi Organisasi (Misssion statement).

Meski sebagai otoritas tertinggi dalam organisasi, pemilik modal biasanya tidak terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari organisasi. Keberadaan mereka didalam organisasi diwakili oleh sekelompok orang yang disebut “Dewan Komisaris”. Dewan Komisaris kemudian menunjuk/mengangkat Manajer Puncak yang diserahi tugas untuk menetapkan “Tujuan operasional”. Secara berturut-turut, melalui mekanisme yang ada, Manajer Puncak kemudian mengangkat manajer lainnya dan karyawan organisasi.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa hubungan pemilik modal – manajer adalah hubungan employer – employee dimana pemilik modal adalah employernya (majikan) dan manajer adalah employeenya (buruh). Yang barangkali membedakan manajer dari karyawan biasa adalah manajer (khususnya manajer puncak) memperoleh mandat dari pemilik modal untuk menjaga, mengelola dan mengembangkan harta milik pemilik modal. Mandat ini diberikan pemilik modal dalam bentuk keleluasaan para manajer untuk mengambil keputusan yang menyangkut keberadaan organisasi. Sedangkan karyawan biasa umumnya tidak mempunyai akses untuk pengambilan keputusan organisasi.

Karena status dan otoritas yang dimiliki oleh para manajer, maka manajer mempunyai peranan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Diantara peran penting yang dimiliki oleh seorang manajer adalah dalam menentukan tujuan operasional organisasi dimana dasar penentuan tujuan ini adalah tujuan official organisasi sebagaimana telah ditetapkan oleh stockholders.

Ketrampilan Manajerial
Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang manajer, diantaranya seorang manajer harus memiliki ketrampilan manajerial (manajerial skills) yang berupa: ketrampilan teknis (technical skill), ketrampilan hubungan antara manusia (human skill) dan ketrampilan konseptual (conceptual skill).

Ketrampilan teknis. Ketrampilan teknis adalah kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, khususnya pengetahuan yang sangat khusus atau spesialis.

Ketrampilan hubungan antar manusia. Kemampuan untuk bekerja sama, memahami, dan memomtivasi orang lain merupakan ketrampilan hubungan antar manusia yang harus dimiliki oleh seorang manajer.

Ketrampilan konseptual. Seorang manajer harus mempunyai kesiapan dan kemampuan mental untuk mengananlisis dan mendiagnosis masalah-masalah yang bersifat kompleks. Ketrampilan manajer seperti ini disebut ketrampilan konseptual.

Ruang Lingkup Studi Perilaku Organisasi

Pembahasan KB2 ini berisi tentang apa itu perilaku organisasi dan mengapa kita perlu mempelajari bidang studi ini, hal ini dimaksudkan agar mahasiswa memahami lingkup kajian studi PO dan pentingnya mempelajari bidang studi ini khususnya dalam rangka meningkatkan efektifitas organisasi dan kepuasan kerja karyawan.

Secara ringkas topik-topik penting yang akan menjadi pokok bahasan dalam KB 2 adalah sebagai berikut:

Pengertian PO, Tujuan mempelajari studi PO, Kontribusi disiplin ilmu lain terhadap bidang studi PO, Cara menganalisis PO, Trend perkembangan dan tantangan bidang studi keorganisasian dimasa datang.

Pengertian Perilaku Keorganisasian

Dalam bukunya Organizational Theory and Design (1992), Richard L. Daft membedakan pengertian prilaku organisasi dari teori organisasi. Teori organisasi adalah bidang studi yang membahas organisasi secara makro sedangkan perilaku organisasi adalah bidang studi yang membahas organisasi secara mikro. Meski tampak adanya perbedaan pengertian, bidang kajian teori organisasi dan perilaku keorganisasian sebetulnya sama yakni organisasi dan bahkan manusia didalam organisasi. Namun demikian, keduanya merupakan bidang studi yang berbeda utamanya jika kita melihatnya dari cara mengkaji organisasi. Dalam teori organisasi manusia hanya dibahas secara agregat sebab dalam bidang studi ini unit analisisnya adalah organisasi secara keseluruhan (analisis makro). Sedangkan dalam perilaku organisasi, manusia justru menempati posisi sentral (analisis mikro). Disini manusia akan diperlakukan sebagai tempat berpijak untuk memahami organisasi secara keseluruhan.

Menurut Keith Davis dan John Newstrom (1989) perilaku organisasi adalah bidang studi yang mempelajari bagaimana manusia berperilaku dan bertindak didalam organisasi. Dalam hal ini Davis dan Newstrom lebih tegas dalam mengartikan perilaku organisasi yakni perilaku dan tindakan manusia didalam organisasi. Dalam pandangan mereka, tanpa mengabaikan varibel-variabel lain yang ikut mempengaruhinya, perilaku dan tindakan manusia merupakan variabel utama yang mempengaruhi perilaku sebuah organisasi.

Sedangkan pengertian perilaku organisasi yang dikemukakan oleh Stephen Robbins sebagai berikut:

Perilaku keorganisasian adalah bidang studi yang meng-investigasi individu, kelompok dan struktur organisasi, dan dampaknya terhadap perilaku didalam organisasi dengan harapan bahwa dengan menerapkan pengetahuan tersebut efektifitas organisasi dapat ditingkatkan.

Dari penjelasan-penjelasan diatas akhirnya dapat disimpulkan bahwa prilaku organisasi adalah suatu bidang studi terapan yang mempelajari prilaku manusia didalam organisasi, baik manusia dalam kapasitasnya sebagai individu maupun manusia sebagai kelompok, dan hubungan antara manusia dengan variabel yang releven dengan organisasi dalam rangka untuk meningkatkan efektifitas organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Variable-variabel tersebut adalah dimensi-dimensi organisasi dan lingkungan organisasi.

Tujuan Mempelajari Perilaku Organisasi

Secara khusus tujuan mempelajari studi perilaku keorganisasian adalah agar para manajer yang diberi mandat para pemilik organisasi, bisa mendeskripsikan, menjelaskan dan mempreidiksi, dan mengendalikan prilaku manusia didalam organisasi sehingga tujuan didirikannya organisasi dan tujuan orang-orang yang terlibat didalamnya bisa tercapai secara optimal.
  1. Mendeskripsikan perilaku manusia. Tujuan pertama mempelajari studi perilaku keorganisasian adalah agar kita bisa mengenali, mendiagnosis dan menjelaskan kejadian-kejadian, yang secara teratur dan prediktabel terjadi dalam sebuah organisasi. Mengenali kejadian seperti ini sangat bermanfaat bagi para manajer, sebab bisa digunakan untuk mengidentifikan masalah, menjelaskan apa yang sedang terjadi dalam sebuah organisasi dan menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan para manajer.
  2. Menjelaskan dan memprediksi perilaku manusia. Tujuan kedua mempelajari perilaku keorganisasian adalah untuk memprediksi masa depan organisasi dengan menggunakan kejadian masa kini sebagai prediktornya. Sebagaimana kita ketahui, organisasi umumnya didirikan bukan untuk jangka pendek melainkan untuk jangka panjang bahkan, kalau mungkin, untuk waktu yang tidak terbatas. Oleh karena-nya, dalam kehidupan organisasi tersebut pasti terjadi suatu pola aktivitas yang sifatnya ajeg. Artinya bahwa pola yang sama juga bisa terjadi dan akan berlanjut di masa datang. 
  3. Mengendalikan prilaku manusia. Tujuan ketiga adalah mengendalikan perilaku manusia didalam organisasi. Harus kita sadari bahwa tidak semua perilaku manusia didalam organisasi selaras dan cocok dengan kepentingan organisasi mengingat berkumpulnya beberapa orang didalam organisasi berasal dari beberapa latar belakang keluarga, pendidikan dan karakter yang berbeda. Disamping itu mereka juga mempunyai kepentingan yang berbeda. Oleh karenanya perilaku manusia didalam organisasi harus dikendalikan dengan pengertian perilaku yang disfungsional harus dihindarkan, dan sebaliknya, perilaku yang diharapkan perlu didorong dan ditumbuh kembangkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi.
Level Analisis Dalam Studi Prilaku Organisasi
Studi perilaku keorganisasian dapat dilakukan melalui tiga unit analisis yang berbeda, yakni pada level individual, kelompok dan organisasi. Didalam sebuah organisasi, setiap kejadian bisa dianalisis melalui ketiga level ini. Demikian juga, setiap perilaku yang kita amati dan jenis-jenis masalah yang kita diagnosis sangat bergantung pada masing-msing level tersebut. Sebagai contoh, jika terjadi perselisihan antara manajer quality control (QC) dengan manajer pabrikasi, maka perselisihan ini bisa dianalisis dari masing-masing level yang berbeda.
  1. Level individual. Pada level individual, setiap kejadian akan didiagnosis berdasarkan perilaku individu. Sebagaimana telah kita ketahui, setiap orang yang bergabung dengan organisasi, bersamanya dibawa pula kepribadian, sistem nilai dan sikap yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya.
  2. Level kelompok. Meskipun sebuah kelompok terdiri dari beberapa individu yang mempunyai tugas dan pekerjaan yang sama/sejenis dan melaporkan pekerjaan tersebut kepada atasan yang sama pula, bukan berarti perilaku kelompok sama dengan kumpulan dari perilaku individu. Penyebabnya karena setiap kelompok mempunyai norma perilaku tersendiri yang mereka bangun bersama dan diterima oleh setiap orang atau sebagaian besar anggota kelompok. Oleh karenanya prilaku kelompok tersebut akan terus dipertahankan - sebagai identitas diri mereka, dan disosialisasikan diantara mereka selama kelompok tersebut masih eksis. Disisi lain mereka akan menolak perilaku kelompok lain utamanya demi menjaga dan melindungi eksistensi mereka. 
  3. Level organisasi. Organisasi adalah kumpulan dari individu, namun seperti halnya dalam perilaku kelompok, kumpulan perilaku individu bukan cerminan dari perilaku organisasi. Pada level ini semua kejadian yang terjadi didalam organisasi akan dianalisis dalam konteks organisasi. Dalam hal ini, dimensi-dimensi organisasi seperti struktur, desain dan kultur organisasi akan dipahami sebagai determinan yang mempengaruhi prilaku individu dan prilaku kelompok, dan secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap prilaku organisasi.
Lingkungan eksternal organisasi. Disamping level individual, kelompok dan organisasi, lingkungan eksternal organisasi juga menjadi variabel penting dalam menganalisis perilaku keorganisasian. Penyebabnya karena manusia tidak bisa hidup dalam lingkungan yang terisolasi. Mereka pasti berinteraksi baik dengan sesama dalam lingkup organisasi maupun dengan mereka yang berada diluar organisasi. Oleh karenanya kejadian-kejadian dalam organisasi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari luar organisasi. Atau dengan kata lain, faktor lingkungan eksternal merupakan variabel penting yang tidak boleh diabaikan dalam memahami prilaku manusia dan prilaku organisasi.

Kontribusi Disiplin Ilmu Lain
Bidang studi perilaku organisasi pada dasarnya adalah domain disiplin ilmu psikologi. Namun karena disiplin ilmu psikologi mempunyai keterbatasan dalam memahami dan menjelaskan perilaku manusia didalam organisasi maka kontribusi disiplin lain dalam memahami perilaku manusia tampaknya tidak bisa dihindarkan. Itulah sebabnya perilaku organisasi yang mulai berkembang sejak tahun 1960an menjadi bidang studi yang bersifat inter-disiplin. Diantara disiplin yang cukup dominan dalam memberi kontribusi terhadap perkembangan disiplin prilaku organisasi adalah: psikologi, sosiologi dan anthropologi. Selain itu disiplin lain yang ikut memberi kontribusi disiplin ini diantaranya adalah Ilmu Politik, Sejarah dan Ilmu Ekonomi.

Saudara mahasiswa, materi pembahasan selanjutnya adalah Sejarah, Trend Perkembangan Dan Tantangan Ke Depan Bidang Studi Prilaku Organisasi, silakan Saudara baca pada BMP PO. Jika ada yang kurang paham, silakan saudara diskusikan pada ruang diskusi mata kuliah ini.

Dampak Budaya Organisasi

Kesinambungan organisasi sangat tergantung pada budaya yang dimiliki, budaya organisasi dapat dapat memberikan dampak sebagai daya saing andalan organisasi dalam menjawab tantangan dan perubahan. Budaya organisasi pun dapat berfungsi sebagai rantai pengikat dalam proses menyamakan persepsi atau arah pandang anggota terhadap suatu permasalahan, sehingga akan menjadi satu kekuatan dalam pencapaian tujuan organisasi.

Beberapa dampak budaya organisasi dalam (Sikuyagora 2010) yaitu:
  • Budaya organisasi membentuk perilaku staf dengan mendorong pencampuran core values dan perilaku yang diinginkan sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan lebih efisien dan efektif meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik dan memfasilitasi koordinasi dan kontrol.
  • Budaya organisasi membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi lain karena setiap organisasi mempunyai peran yang berbeda, sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem dan kegiatan yang ada di dalamnya,
  • Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi anggota; dengan budaya yang kuat anggota organisasi akan merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasinya,
  • Mementingkan tujuan bersama daripada mengutamakan kepentingan individu, Menjaga stabilitas organisasi; komponen-komponen organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan membuat kondisi internal organisasi relatif stabil. Keempat manfaat tersebut menunjukkan bahwa budaya dapat membentuk perilaku dan tindakan karyawan dalam menjalankan aktivitasnya. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ada dalam oragnisasi perlu ditanamkan sejak dini pada diri setiap anggota.

Tipe-tipe budaya organisasi

Harrison dalam (Haynes, 1980: 120), mengklasifikasikan empat (4) tipe budaya yang dominan di dalam suatu organisasi yaitu: power culture, role culture, task culture, dan person culture, Teori tersebut terus berkembang, sehingga pengklasifikasian budaya organisasi mengalami perubahan menjadi power orientation, role orientation, achievement orientation, dan support orientation.

Harrison mengemukakan, pada saat orang-orang berkumpul di dalam suatu organisasi, mereka akan membentuk persepsi terhadap budaya organisasi dimana mereka berada sesuai dengan apa yang dilihat dan dirasakannya. Masih menurut Harrison, suatu budaya organisasi dikatakan berorientasi kepada keuasaan (power orientation) bila anggota organisasi ditumbuhkan motivasinya melalui imbalan dan hukuman, danadanya pengawasan yang ketat seorang pimpinan terhadap bawahannya.

Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 :290-291), ada empat tipe budaya organisasi:

1. Akademi
Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.

2. Kelab
Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.

3. Tim Bisbol
Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi.

4. Benteng
Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan.

Tipe Budaya menurut Stephen Robbins (2006)
  • Networked culture adalah anggota sebagai teman/keluarga. Budaya ini ditandai tingkat sosiabilitas atau kesenangan bergaul tinggi dan tingkat solidaritas rendah
  • Mercenary culture adalah organisasi fokus pada tujuan. Tingkat sosiabilitas rendah dan tingkat solidaritas tinggi
  • Fragmented culture adalah organisasi yang dibuat oleh para individualis (low sociability, low on solidarity) Communal culture adalah organisasi menilai baik persahabatan dan kinerja (high on sociability, high on solidarity)

Pentingnya budaya organisasi

Pemahaman budaya organisasi sebagai kesepakatan bersama mengenai nilai-nilai yang mengikat semua individu dalam sebuah organisasi seharusnya nementukan batas-batas normatif perilaku angoota organisasi. Secara spesifik, peranan budaya organisasi adalah membantu menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi, menciptakan jatidiri anggota organisasi, menciptakan keterikatan emosional antara organisasi dan karyawan yang terlibat di dalamnya, membantu menciptakan stabilitas organisasi sebagai sistem sosial dan menemukan pola pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam keseharian. Dengan demikian budaya organisasi berpengaruh kuat terhadap perilaku para anggotanya.
Sembilan karakteristik yang menggambarkan esensi budaya organisasi, menurut Dharma, 2004 :
  1. Identitas anggota, dimana karyawan lebih mengidentifikasi organisasi secara menyeluruh.
  2. Penekanaan kelompok, dimana aktivitas tugas lebih diorganisir untuk seluruh kelompok dari pada individu.
  3. Fokus orang, dimana keputusan manajemen memperhatikan dampak luaran yang dihasilkan oleh karyawan dalam organisasi.
  4. Penyatuan unit, dimana unit-unit dalam organisasi didorong agar berfungsi dengan cara yang terkoordinasi atau bebas.
  5. Pengendalian, dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan karyawan.
  6. Toleransi resiko, dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan mau mengambil resiko.
  7. Kriteria ganjaran, dimana ganjaran seperti peringatan, pembayaran dan promosi lebih dialokasikan menurut kinerja karyawan dari pada senioritas, favoritisme atau faktor non-kinerja lainnya; toleransi konflik, dimana karyawan didorong dan diarahkan untuk menunjukkan konflik dan kritik secara terbuka.
  8. Orientasi sarana tujuan, dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut.
  9. Fokus pada sistem terbuka, dimana organisasi memonitor dan merespons perubahan dalam lingkungan eksternal.
Karateristik diatas memberikan gambaran mengenai budaya yang dianut. hal ini menjadi landasan untuk menyamakan pemahaman bahwa anggota organisasi merasa memiliki organisasinya dan mendorong anggota organisasi agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut organisasi dan hal tersebut tentu saja dapat memberikan mamfaat bagi organisasi.

Selain memberikan mamfaat bagi organisasi, pentingnya budaya organisasi juga terlihat dari fungsi-fungsi budaya organisasi itu sendiri, berikut beberapa fungsi dari budaya organisasi menurut beberapa ahli sebagai berikut :

Menurut Robbins (1996 : 294)
  • Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
  • Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
  • Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
  • Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
  • Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Ndraha (1997 : 21)
  • Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat
  • Sebagai pengikat suatu masyarakat
  • Sebagai sumber
  • Sebagai kekuatan penggerak
  • Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah
  • Sebagai pola perilaku
  • Sebagai warisan
  • Sebagai pengganti formalisasi
  • Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan
  • Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state
Tika (2006:14)
  • Sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimiliki oleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
  • Sebagai perekat bagi anggota organisasi dalam suatu organisasi. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari anggota organisasi. Mereka bangga sebagai seorang pegawai suatu organisasi atau perusahaan. Para pegawai mempunyai rasa memiliki, partisipasi, dan memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya.
  • Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif, mendukung, dankonflik serta perubahan diatur secara efektif.
  • Sebagai mekanisme dalam memandu dan membentuk sikap serta perilaku anggota-anggota organisasi. Dengan dilebarkannya mekanisme kontrol, didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim dan diberi kuasanya anggota organisasi oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua orang diarahkan kearah yang sama.
  • Sebagai integrator. Budaya organisasi dapat dijadikan integrator karena adanya sub-sub budaya baru. Kondisi seperti ini biasanya dialami oleh adanya perusahaan-perusahaan besar dimana setiap unit terdapat sub budaya baru.
  • Membentuk perilaku bagi anggota-anggota organisasi. Fungsi ini dimaksudkan agar anggota-anggota organisasi dapat memahami bagaimana mencapai suatu tujuan organisasi.
  • Sebagai saran untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi. Budaya organisasi diharapkan dapat mengatasi masalah adaptasi terhadap lingkungan eksternal dan masalah integrasi internal.
  • Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
  • Sebagai alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, serta antar anggota organisasi. Budaya sebagai alat komunikasi tercermin pada aspek-aspek komunikasi yang mencakup kata-kata, segala sesuatu yang bersifat material dan perilaku.
  • Sebagai penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat juga menjadi penghambat dalam berinovasi. Hal ini terjadi apabila budaya organisasi tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkut lingkungan eksternal dan integrasi internal.
Dari beberapa fungsi budaya organisasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli diatas maka dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memiliki sejumlah fungsi yang dapat menjadi landasan betapa pentingnya budaya organisasi sebagai berikut.
Batas Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
Identitas Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
Komitmen Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu. Stabilitas Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan